Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam rongga gidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid, multiple, dan bilateral. Biasanya pada orang dewasa. Pada anak mungkin merupakan gejala kistik fibrosis.
Polip konka adalah polip hidung yang berasal dari sinus maksila yang keluar melalui rongga hibung dan membesar di konka dan nasofaring. ( Mansoer ,1999)
Ada suatu tumbuhan di rongga hidung yang disebut polip hidung. Polip ialah suatu sumbatan, tetapi sifatnya lain dari tumor. (Iskandar, 1993)
Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.(Endang, 2003)
Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral. (Anonim, 2010)
2. EtiologiTerjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Oleh karena itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali seseorang dioperasi untuk menegluarkan polipnya berulang-ulang.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a) Alergi terutama rinitis alergi.
b) Sinusitis kronik.
c) Iritasi.
d) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
3. Patofisiologi
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelanjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-lama menjadi polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.
Histopatologi polip nasi Secara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.
Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia denagn submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, netrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering transisional, kubik atau gepeng berlapis keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradanganya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.
4. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor.
Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya:
Polip | Konka polipoid |
Bertangkai | Tidak bertangkai |
Mudah digerakkan | Sukar digerakkan |
Tidak nyeri tekan | Nyeri bila ditekan dengan pinset |
Tidak mudah berdarah | Mudah berdarah |
Pada pemakaian vasokonstriktor tidak mengecil | Dapat mengecil dengan vasokonstriktor |
Polip pada hidung dengan warna keabu- abuan
Gambar masa polip
5. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebar batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius
Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 : polip yang massif
6. Pemeriksaan Diagnostik
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
2.5.1. Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila
2.5.2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial
6 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medika mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan analgesic local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus Endoskopi Fungsional).
Bila polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral, misalnya prednisone 50mg/hari atau deksamentosa selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan. Secar local dapat disuntikkan ke dalam polip, misalnya triamsinolon asetonid atau predsinolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang. Dapat dipakai secara topical sebagai semprot hidung, misalnya beklometason dipropionat. Bila sudah besar, dilakukan ekstraksi polip dengan senar. Bila berualang dapat dirujuk untuk operasi etmoidektomi intranasal atau ekstranasal
Pengobatan juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen penyebab.
Ada tiga macam penanganan polip nasi yaitu :
a) Cara konservatif
b) Cara operatif
c) Kombinasi keduanya.
Cara konservatif atau menggunakan obat- obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang merupakan satu- satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.
Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc operation), frontho-ethmoido- sphenoidektomi eksternal dan endoskopik polipektomi dan bedah sinus
7. Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi serius nafas dimana akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah, akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang.
8. Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PengkajianAnamnesa
Data demografi
Nama : Tn. RJ
Umur : 27 th
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Kawin
Agama : islam
Suku bangsa : jawa
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : swasta
Alamat : kenjeran baru 2A
Dx medis : Polip
Riwayat penyakit sekarang : klien merasaan buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung.
Keluhan utama: sulit bernapas.
a) Riwatan penyakit dahulu: Klien memiliki riwayat penyakit sinusitis, rhinitis alergi, serta riwayat penyakit THT. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Selain itu, klien pernah menderita sakit gigi geraham.
b) Riwayat penyakit keluarga: -
c) Riwayat psikososial
- Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang kronis.
- Interpersonal : gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara sengau akibat massa dalam hidung.
d) Pemeriksaan fisik persistem
1) B1 (breath): RR dapat meningkat atau menurun, terjadi perubahan pola napas akibat adanya massa yang membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan seperti ronchi akibat penumpukan secret, serta terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi
2) B2 (blood): -
3) B3 (brain): adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada mukosa, gangguan penghidu atau penciuman
4) B4 (bladder): terjadi penurunan intake cairan
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, klien terlihat lemas
6) B6 (bone): -
2. Analisa Data
No | Data | Etiologi | Masalah | |
1 | DS: nafsu makan berkurang DO: berat badan turun, porsi makan tidak habis | Polip Penurunan indera penciuman | Gangguan persepsi sensori: penciuman | |
2 | DS: klien merasa ada sumbatan di hidung DO : RR 24 x/menit, pola nafas tidak teratur, terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi, adanya suara napas tambahan (ronchi) | Adanya masa aliran/drainase sekret tertahan Hidung tersumbat | Bersihan jalan nafas tidak efektif | |
3. | DS:klien merasa lemas, nafsu makan turun. DO:kurus, BB menurun (dari 65 kg menjadi 61 kg), albumin << 3,2 , Hb << 11 , rambut terlihat memerah pada anak-anak, lapisan subkutan tipis. | Hidung tersumbat Penciuman terganggu Napsu makan berkurang | Nutrisi kurang dari kebutuhan | |
4. | DS: klien merasa lemas DO: mukosa mulut kering, penurunan turgor kulit. | Hidung tersumbat Menghambat drainase paranasal Secret terakumulasi dalam sinus Tempat yang untuk pertumbuhan kuman | Menekan jaringan disekitar Penurunan O2 ke jaringan sekitar Hipoksia jaringan Iskemik Kerusakan jaringan Tempat masuk kuman | Resiko infeksi |
5 | DS: laporan keluarga terhadap adanya perubahan pola interaksi pasien , ketidaknyamanan terhadap situasi sosial DO: teramati pada pasien adanya kegagalan perilaku interaksi sosial | Hidung tersumbat Suara sengau | Hambatan interaksi | |
6 | DS: klien gelisah DO: RR meningkat | Pelebaran batang hidung Nyeri Gelisah | Ansietas | |
7 | DS: klien mengeluh nyeri kadang kadang saat bernafas DO: skala nyeri 4,adanya peradangan mukosa hidung | Adanya mukosa/ pelebaran batang hidung Nyeri pada hidung Infeksi | Nyeri kronis | |
3. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan persepsi sensori: pembau/penghidu
- Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
- Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret
- Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip
- Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
- Nyeri kronis b.d penekanan [polip pada jaringan sekitar
4. Intervensi dan Rasional
- Gangguan perseopsi sensori pembau/penghidu
Kriteria Hasil : individu akan mendemonstrasikan penurunan gejala beban sensori berlebih yang ditandai dengan penurunan persepsi penciuman
INTERVENSI | RASIONAL |
|
- Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidung
Kriteria Hasil :
- RR normal (16 – 20 x/menit)
- Suara napas vesikuler
- Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan
- Saturasi oksigen 100%
INTERVENSI | RASIONAL |
Observasi:
Mandiri :
Kolaborasi:
Edukasi:
| Rasional:
|
1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan dalam 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
- Klien tidak merasa lemas.
- Nafsu makan klien meningkat
- Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu
- Kadar albumin > 3.2, Hb > 11
INTERVENSI | RASIONAL |
Observasi:
Kolaborasi:
|
|
2. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret. Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien
Kriteria hasil:
- Klien tidak merasa lemas
- Mukosa mulut klien tidak kering
INTERVENSI | RASIONAL |
Observasi:
Mandiri :
Health Education :
| Rasional
Rasional
|
3. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip Tujuan: peningkatan sosialisasi
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan keterlibatan sosial
- Menunjukkan penampilan peran
INTERVENSI | RASIONAL |
Observasi:
Mandiri:
|
|
4. Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung Tujuan : pengurangan ansietas
Kriteria hasil :
- Pasien tidak menunjukkan kegelisahan
- Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif
- Tidak terjadi insomnia
INTERVENSI | RASIONAL |
Observasi:
|
|
5. Nyeri kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
- Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot
- Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasien
INTERVENSI | RASIONAL |
Observasi:
Mandiri:
Kolaborasi:
|
|
Daftar Pustaka
Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius fakultas kedokteran universitas Indonesia
Doenges, E. Mari Lynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC
Greenberg J, 1998. Current Management of Nasal Polyposis. Diakses dari www.bcm.com
Jual, linda.1998.Rencana asuhan dan dokumentasi keperawatan-diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasi. Jakarta : EGC
McClay JE, 2007. Nasal Polyps. Diakses dari www.emedicine.com
Szema AM, Monte DC, 2005. Nasal Polyposis: What Every Chest Physician
Prof H.Nurbaiti Iskandar. 1993. dokter DSTHT. Jakarta : Fakultas kedokteran universitas Indonesia . balai penerbit FKUI.
0 Response to "Askep Polip"
Post a Comment