Askep Post Operasi Sinusitis (Upgrade)

A.    Konsep Dasar
1.    Pengertian
Sinusitis adalah inflamasi pada sinus, istilah yang hanya digunakan untuk sinus pranasal, penyakit ini dapat akut dan kronik (Broker, 2009. Hal 190).  Mansyoer, (2000, hal 102) mengatakan Sinusitis adalah radang sinus paranasal, bila terjadi pada beberapa sinus, disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai seluruhnya disebut pansinusitis.
Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus merupakan suatu rongga/ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membrane mukosa. (Charlene, 2000, hal 27)
Post operasi sinusitis adalah suatu insisi pada bagian fosa kanina, lateral hidung, jaringan lunak, dan periostium termasuk sakus lakrimalis dan kantus media dielevasi yang mengangkat sepotong tulang dinding dan sel udara yang sakit. (George, 2002, hal 251).
2.    Etiologi
Penyebabnya dapat virus, atau jamur. Menurut Glueckman, kuman penyebab sinusitis akut tersering adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenze yang ditemukan pada 70% kasus. Dapat disebabkan rhinitis akut : infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut, infeksi gigi molar M1, M2, M3, atas, serta premolar P1, P2, : berenang dan menyelam : trauma dan barotraumas. Factor predisposisi mekanik, seperti devisi septum, beda asing di hidung, tumor, atau polip. Juga rhinitis alergi, rhinitis kronk, polusi lingkungan, udara dingin dan kering. (Mansjoer 2000, hal 102).
3.    Patofisiologi
Menurut Broker (2009. Hal 190) Sinusitis akut seringkali merupakan sekuela infeksi saluran napas atas, misalnya demam salesma (common cold), tetapi juga dapat terjadi akibat masalah gigi. Sinusitis kronik dapat terjadi akibat ventilasi sinus yang kurang memadai akibat obstruksi hidung, atau timul setelah sinusitis akut.
4.    Manifestasi Klinis
Dari anamnesis biasanya didahulu oleh infeksi saluran pernapasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih 7 hari. Gejala subjektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala local, yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada sinusitis maksila, nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan didepan telinga. Pada sinusitis etmoid, nyeri di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis. Pada sinusitis frontal, nyeri terlokslisasi di dahi atau di seluruh kepala. Pada sinusitis sphenoid, rasa nyeri di vertex, oksipital, retro orbital, dan di sphenoid. Gejala objektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak, kecuali bila ada komplikasi. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemisis dan edema. Pada sinusitis maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus medius. Pada sinusitis etmoid posterior dan pada sphenoid, tampak nanah keluar dari meatus superior. (Mansyoer, 2000. Hal 102)
5.    Komplikasi
Menurut Arjatmo, (2000, Hal 141) komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
a)    Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
b)    Kelainan otbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat ditimbulkan ialah edem palpera, selulitis orbita, abses subperiotal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.
c)    Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
d)    Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Disamping itu dapat timbul asma bronchial.
6.    Penatalaksanaan/Therapi
Penatalaksanaan sinusitis berupa bedah minor, pembedahan di poliklinik atau intervensi di ruangan operasi. Penatalaksanaan pembedahan harus dipertimbangkan untuk mempermudah drainase sinus yang terkena serta mengeluarkan mukosa yang sakit. Hal ini diperlukan bila terancam komplikasi, untuk menghilangkan nyeri hebat dan bila pasien tidak berespon terhadap terapi medis. Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotic selama 10-14 hari, namun dapat diperpanjang sampai semua gejala hilang. Pemilihannya hampir selalu empiric karena kultur nasal tidak dapat diandalkan dan aspirasi sinus maksila merupakan kontra indkasi. Jenis amoksilin, ampisilin, eritromisin, sefaklor moohidrat, asetil sefuroksium, trimenetopiumsulfametoksazol, amoksilin asam klavikulanat, dan klaritromisin telah terbukti secraklinis.
Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis, diganti dengan antibiotic untuk kuman yang menghasilkan betalaktamase, yaitu amoksilin atau ampisilin dikombinasi dengan asam klavulnat. Diberikan pula dekongestan untuk memperlancar drainase sinus dapat diberikan sistemik maupun topical. Khusus yang topical harus dibatasi selama 5 hari untuk menghindari terjadinya rhinitis medikamentosa.
Dekongenstan sistemik yang sering digunakan hanya dua jenis, yaitu pseudoefedrin dan fenilpropanolamin. efek sampingnya adalah stimulasi susunan saraf pusat dan kardiovaskular.  Serta peningkatan tekanan darah pada pasien dengan hiprtensi yang labil. Sebaiknya jangan diberikan sebagai dosis malam hari dan kurangi dosis beberapa jam sebelum tidur. Pemberian antihistamin pada sinusitis akut purulen tidak dianjurkan. Karena merupakan penyakit infeksi dan dapat menyebabkan secret menjadi kental dan menghambat drainasessinus. Bila perlu,diberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri, mukolitik untuk mengencerkan secret, meningkatkan kerja silia, dan merangsang pemecahan fibrin. (Mansyoer, 2000. Hal 102).

B.    Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes, (2000, hal 900-919) pengkajian, diagnosa keperawatan dan perencanaan pada pasien dengan post operasi sinusitis adalah sebagai berikut :
1.    Pengkajian
a.    Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer, atau stasis vaskuler (peningkatan risiko pembentukan thrombus).
b.    Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apati. Factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat beristirahat ketegangan/peka rangsang. Stimulasi simpatis.
c.    Makanan/Cairan
Gejala : infusiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosi), malnutrisi (termasuk obesitas). Membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukan/periode puasa praoperasi).
d.    Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e.     Keamanan
Gejala : alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi imun (peningkatan risiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan). Munculnya kanker/terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatic (efek dari detokfikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/reaksi transfusi. Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
f.     Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia. Bronkodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol. (resiko akan kerusakan ginjal yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anestesi dan juga potensial bagi penarikan diri pascaoperasi).
g.     Pemeriksaan Diagnostik
Kebutuhan praoperasi general mungkin meliputi : Urinalisis, JDL, PT, PTT, sinar x dada. Studi-studi lainnya bergantung pada tipe prosedur operasi, medikasi saat ini. Urinalisis : Munculnya SDM atau bakteri yang mengindikasikan infeksi. Tes kehamilan : hasil positif akan mempengaruhi waktu prosedur dan pilihan zat-zat farmakologis. JDL : peningkatan JDL adalah indikasi dari proses inflamasi, penurunan JDL dapat mengarah kepada proses-proses viral. Elektrolit : Ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi organ. GDA : Mengevaluasi status pernapasan terakhir.
h.     Prioritas Keperawatan
Mengurangi ansietas dan trauma emosianal. Menyediakan keamanan fisik. Mencegah komplikasi. Meredakan rasa sakit. Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan. Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
i.     Tujuan Pemulangan
Pasien menghadapi situasi ada secara realities. Cedera dicegah. Komplikasi dicegah/diminimalkan. Rasa sakit dihilangkan/dikontrol. Luka sembuh/fungsi organ berkembang kea rah normal. Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapetik dipahami.
2.    Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, (2000. Hal 900-919), diagnosa keperawatan dan perencanaan pada pasien dengan post op sinusitis adalah sebagai berikut :
a.    Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru
b.    Nyeri (Akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot, trauma musculoskeletal/tulang.
c.    Kerusakan integritas jaringan/ kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan, perubahan sirkulasi, efekefek yang ditimbulkan oleh medikasi : akumulasi drein, perubahan status metabolism.
d.    Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri, hipovolemik.
e.    Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/kurang mengenal sumber penyakit, keterbatasan kognitif/pemajanan atau mengingat.

3.    Intervensi keperawatan
a.    Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru. Tujuan : Perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan, pengurangan kapasitas vital. Kriteria Hasil : Menetapkan pola napas yang normal/efektif dari bebas sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi 1) Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepda, hiperekstensi, aliran udara faringeal oral. Rasional : mencegah obstruksi jalan nafas. Intervensi 2) Auskultasi suara pernapasan dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow, dan/atau keheningan setelah ekstubasi. Rasional : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mucus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan. Berkurangnya suara pernapasan diperkirakan telah terjadinya atelektasis. Suara mengi menunjukkan adanya spasme bronkus. Dimana suara crowg dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total. Intervensi 3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara. Rasional : dilakukan untuk memastikan efektifitas pernapasan sehingga upaya memperbaiki dapat segera dilakukan. Intervensi 4) Pantau tanda-tanda vital secara terus menerus. Rasional : Meningkatkan pernapasan, takikardia, dan/atau bradikardia menunjukkan kemungkinan terjadinya hipoksia. Intervensi 5) Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan dan jenis pembedahan. Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.  Intervensi 6) Observasi pengembalian fungsi otot, terutama otot-otot pernapasan. Rasional : setelah pemberian obat-obat selama masa intraoperatif, pengembalian fungsi otot pertama kali terjadi pada diafragma, otot-otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot-otot berukuran sedang abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot-otot berukuran sedang sepeti lidah, faring, otot-otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari-jari tangan. Intervensi 7) Lakukan latihan nafas gerak sesegera mungkin pada pasein yang reaktif dan lanjutan pada periode pascaoperasi. Rasional : ventilasi dalam aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi : batuk membantu pengeluaran secret dari system pernapasan.  Intervensi 8) Obsevasi terjadinya somnolen yang berlebihan. Rasional : induksi arkotik akan menyebabkan terjadinya depresi pernapasan. Kedua hal ini mungkin terjadi dan membentuk siklus yang memberikan pola depresi dan keadaan darurat kembali. Selain itu, pentoral diabsorbsi dalam jaringan lemak dan dengan pergerakan sirkulasi. Intervensi 9) Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan. Rasional : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mucus dalam tenggorokan atau trakea. Intervensi 10) Berikan tambahan oksigen sesuai diperlukan. Rasional : Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anestesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi. Intervensi 11) Berikan obat-obatan IV seperti Nalokson (Narkan) atau Dokspram (Dopram). Rasional : Narkan akan mengubah induksi narkotik yang menekan susunan saraf pusat.  Intervensi 12) Berikan alat bantu pernapasan. Rasional : dilakukan tergantung pada penyebab depresi pernapasan. Intervensi 13) Berikan/pertahankan alat bantu pernapasan (ventilator). Rasional : Dilakukan tergantung pada penyebab depresi pernapasan atau jenis pembedahan selang endotrakeal mungkin tetap pada tempat dan penggunaan mesin pernapasan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu. Intervensi 14) Bantu dalam menggunakan alat bantu pernapasan lainnya. Rasional : latihan pernapasan maksimal akan menurunkan terjadinya atelektasis dan infeksi. 

b.    Nyeri (Akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot, trauma musculoskeletal/tulang. Tujuan : mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/hilang. Kriteri hasil : tampak santai. Dapat bersitirahat/tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi 1) Catat umur dan berat pasien, masalah medis/psikologis yang muncul kembali, sensitifitas idiosinkratik analgesic dan proses intraoperasi. Rasional : Pendekatan pada manajemen rasa sakit pascaoperasi berdasarkan kepada factor-faktor variasi multiple. Intervensi 2) Ulangi rekaman itraoperasi/ruang penyembuhan untuk tipe anestesi dan medikasi yang diberikan sbelumnya. Rasional : munculnya narkotik dan droperidol pada system dapat menyebabkan analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan flothane dan ethane yang tidak memiliki efek anelgesik residual. Intervensi 3) Evaluasi rasa sakit secara regular. Rasional : sediakan mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi. Intervensi 4) Catat munculnya rasa cemas. Rasional : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui mis hasil biopsi. Intervensi 5) Kaji tanda-tanda vital. Perhatikan Takikardia, hipertensi dan peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit. Rasional : dapat mengidentifikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyaman. Intervensi 6) Kaji penyebab ketidaknyaman yang mungkin selain dari prosedur operasi. Rasional : ketidaknyaman mungkin disebabkan dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang Ng, jalur parental. Intervensi 7) Lakukan resposisi sesuai petunjuk, mis semi fowler, miring. Rasional : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningktakan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung atritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal. Intervensi 8) Dorong penggunaan tehnik relaksasi, misalnya tehnik latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi. Rasional : lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan control yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping. Intervensi 9) Berikan perawatan oral regular. Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membrane mukosa yang kering pada zat-zat anestesi, retriksi oral. Intervensi 10) Observasi efek analgesic. Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anestesi. Intervensi 11) Berikan obat sesuai petunjuk. Analgesic IV (setelah mengulangi catatan anestesi untuk kontraindikasi dan atau/munculnya zat-zat yang dapat menyebabkan analgesia) menyediakan analgesia setiap saat dengan dosis penyelamat yang intermiten. Rasional : analgesic IV dengan segera mecapai pusat rasa sakit. Intervensi 12) Analgesic dikontrol pasien (ADP). Rasional : penggunaan ADP mengharuskan instruksi secara detail pada metode penggunaanya dan harus dipatanu secara ketat, namun dianggap sangat efektif mengatasi rasa sakit pascaoperasi dengan jumlah narkotik yag lebih sedikit. Intervensi 13) Anestesi local, misalnya blok epidural. Rasional :  analgesic mungkin diinjeksikan kedalam lokasi operasi atau saraf ke lokasi yang mungkin tetap terlindungi pada pascaoperasi yang segera untuk mencegah rasasakit.

c.    Kerusakan integritas jaringan/ kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan, perubahan sirkulasi, efekefek yang ditimbulkan oleh medikasi : akumulasi drein, perubahan status metabolism. Tujuan : mencapai penyembuhan luka. Kriteria hasil : mendemonstrasikan tingkah laku/tehnik untuk menngkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi 1) Beri penguatan pada balutan awal/penggantian sesuai indikasi. Gunakan tehnik aseptic yang ketat. Rasional : lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi. Intervensi 2) Secara hati-hati lepaskan perekat(sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu yang ketat. Rasional : mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada luka. Intervensi 3) Gunakan sealant/barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus/silk (hipoalergik atau perekat Montgoumery) elastic untuk membalut luka yang membutuhkan pergantian balutan yang sering. Rasional : menurunkan risiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit jaringan yang halus. Intervensi 4) Periksa tegangan balutan.beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas. Rasional : dapat menganggu atau membendung sirkulasi pada luka sekaligus bagian distal dari ekstremitas. Intervensi 5) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit. Rasional : pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/pengembagan komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius. Intervensi 6) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka. Rasional : menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan. Intervensi 7) Tinggikan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan. Rasional : meningkatkan pengembalian aliran vena dan menurunkan pembentukan edema. Intervensi 8) Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama batuk atau bergerak. Rasional : menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan risiko terjadinya rupture/dehisens.
Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka. Rasional : mencegah kontaminasi luka. Intervensi 9) Biarkan tarjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup denga kasa tipis/bantalan telfa sesuai kebutuhan. Rasional : membantu mengeringkan luka dan menfasilitasi proses penyembuhan luka. Pemberin cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi luka/sutura bergesekan dengan pakaian linen. Intervensi 10) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hydrogen peroksida atau dengan air mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup. . Rasional : menurunkan kontaminasi kulit. Membantu dalam membersihkan eksudat. Intervensi 11) Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan. Rasional : menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka. Intervensi 12) Gunakan korset pada abdominal bila dibutuhkan. Rasional : memberi pengencangan tambahan pada insisi yang berisiko.
Irigasi luka. Rasional : membuang jaringan nekrotik/luka.

d.    Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri, hipovolemik. Tujuan : mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat. Kriteria Hasil : tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat/kering.
Intervensi 1) Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama pada pasien yang mendapatkan obat anestesi Fluothane). Rasional : mekanisme vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi. Intervensi 2) Bantu latihan rentang gerak meliputi latihan aktif kaki dan lutut. Rasional : menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena stasis sehingga menurunkan resiko pembentukan trombus. Intervensi 3) Bantu dengan ambulasi awal. Rasional : meningkatkan sirkulasi dan mengembalikan fungsi normal organ. Cegah dengan menggunakan bantal yang di diletakakn  ke bawah lutut. Intervensi 4) Ingatkan pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki tergantung lama. Rasional : mencegah terjadinya sirkulasi vena statis menurunkan risiko tromboflebitis. Intervensi 5) Kaji ekstrenitas bagian bawah sperti adanya eritema, tanda Homan positif. Rasional : sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapa posisi selama proses operasi. Sementara itu obat-obatan anestesi dan menurunya aktvitas dapat mengganggu tonusitas vasomotor, kemungkinan bendungan vaskuler dan peningkatan pembentukan thrombus. Intervensi 6) Pantau tanda-tanda vital : palpasi denyut nadi perifer, catat suhu/warna kulit dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urin. Rasional : merupakan indicator dari volume sirkulasi dan fungsi organ/perfusi jaringan yang adekuat. Intervensi 7) Beri cairan IV/produk-produk sesuai kebutuhan. Rasional : mempertahankan volume sirkulasi. Intervensi 8) Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Rasional : meningkatkan pengembalian aliran dan mecegah aliran vena statis pada kaki untuk menurunkan risiko trombosisi.

e.    Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/kurang mengenal sumber penyakit, keterbatasan kognitif/pemajanan atau mengingat. Tujuan : pengetahuan klien dan keluarga betambah. Criteria Hasil : Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan. dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan menjelaskan alasan suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam program perawatan.
Intervensi 1) Tinjau ulang pembedahan prosedur khusus yang dilakukan dengan harapan masa depan. Rasional : sediakan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan. Tinjau ulang dan minta pasien orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka/balutan jika diindikasikan. Intervensi 2) Identifikasi sumber-sumber untuk persendian. Rasional : meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan kemandirian. Intervensi 3) Tinjaun ulang penghindaran factor-faktor resiko, misalnya pemajanan pada lingkungan/orang yang terinfeksi. Rasional : Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh. Intervensi 4) Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesic yang dijual bebas. Rasional : meningkatkan kerja sama dengan regimen mengurangi resiko reaksi merugikan/efek-efek yang tidak menguntungkan. Intervensi 5) Identifikaskan keterbatasan aktivitas khusus. Rasional : mencegah regangan yang tidak diingnkan di lokasi operasi. Intervensi 6) Rekomendasikan rencana/latihan progretif. Rasional : meningkatkan pengembalian ke fungsi normal dan meningkatkan perasaan sehat. Intervensi 7) Jadwalkan periode istirahat adekuat. Rasional : mencegah kepenatan dan mengumpulkan enegri untuk kesembuhan. mencegah kepenatan dan mengumpulkan energy untuk kesembuhan. Intervensi 8) Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat. Rasional : sediakan elemen yang dibutuhkan untuk regenerasi/penyembuhan jaringan dan mendukung perfusi jaringan dan fungsi organ. Intervensi 9) Dorong penghentian merokok. Rasional : meningkatkan risiko infeksi pulmonal. Menyebabkan vasokontriksi kapasitas penjepitan oksigen oleh darah, yang mengakibatkan selular dan potensial penyimpangan penyembuhan. Intervensi 10) Identifikasi tanda-tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medical misalnya, mual/muntah, kesulitan dalam berkemih, demam drein luka yang berlanjut/berbau, pembengkakan insisional, eritema atau pemisahan tepi, karakteristik rasa sakit yang tidak terpecahnya komplikasi (misalnya ileus, retensi uirnarius, infeksi, penundaan atau membahayakan jiwa. Rasional : memantau perkembangan penyembuhan dan engevaluasi keefektifan regimen. Intervensi 11) Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi tertulis/materi pengajaran. Rasional : memberikan sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah penghentian.

4.    Impelementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia. 

5.    Evaluasi
Menurut Asmadi  (2008.  Hal: 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.  Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk : Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.


Notes: 
1. Di maksudkan Upgrade di sini karena sebelumnya penulis juga pernah posting tentang askep sinusitis dan ini merupakan perbaruan dari pada artikel askep post op sinusitis sebelumnya.
2. Jika anda merasa kurang dikarenakan penulis tidak mencantumkan daftar pustaka nya disini, maka anda bisa berkomentar di kolom yang telah disediakan dibawah dan cantumkan email anda maka saya secara gratis akan mengirimkannya ke email anda, bagaimana,,, mudah kan?  jangan lupa like juga Fans Page Facee Booknya juga ya.....

0 Response to "Askep Post Operasi Sinusitis (Upgrade)"