Latar Belakang
1.1 Latar BelakangMobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas normal. Imobilitas dan intoleran aktivitas sering sekali terjadi pada lansia. Sebagian besar lansia mengalami imobilitas dengan bermacam-macam penyebab.
Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari masalah ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia.
Awitan imobilitas atau intoleran aktivitas pada sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba-tiba. Awitannya bertahap dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak aktifan, tetapi berkembang secara perlahan dan tanpa disadari.
Seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya ketergantungan fisik total. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami imobilitas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, memahami dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami imobilitas
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui dan mampu menjelaskan definisi imobilitas.
- Mengetahui dan mampu menjelaskan kembali faktor penyebab dan karakteristik imobilitas pada lansia.
- Mengetahui dan mampu menjelaskan dampak imobilitas pada lansia.
- Megetahui dan mampu menjelaskan pencegahan imobilitas yang terjadi pada lansia.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi informasi bagi mahasiswa keperawatan dan dapat menjadi bekal dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam keperawatan gerontik.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang (Pusva, 2009).
Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.
2.2 Epidemiologi
Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang – orang lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama. Dampak imobilisasi lama terutama dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu, perawatan emboli paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang meninggal tiap tahunnya.
2.3 Batasan karakteristik
- Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
- Keengganan untuk melakukan pergerakan.
- Keterbatasan rentang gerak.
- Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
- Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protokol-protokol mekanis dan medis.
- Gangguan koordinasi.
2.4 Faktor Risiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut, seperti pada tabel berikut:
Tabel 1. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut
Gangguan muskuloskeletal | Artritis Osteoporosis Fraktur (terutama panggul dan femur) Problem kaki (bunion, kalus) Lain-lain (misalnya penyakit paget) |
Gangguan neurologis | Stroke parkinson Penyakit Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati) |
Penyakit kardiovaskular | Gagal jantung kongensif (berat) Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering) Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering) |
Penyakit paru | Penyakit paru obstruksi kronis (berat) |
Faktoe sensorik | Gangguan penglihatan Takut (instabilitas dan takut akan jatuh) |
Penyebab lingkungan | Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti werdha) Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat |
Nyeri akut atau kronik | |
Lain-lain | Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada keganasan) Malnutrisi Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada keganasan) Depresi Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan obat antipsikotik) |
2.5 Manifestasi klinis
Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
Efek | Hasil |
|
|
Organ / Sistem | Perubahan yang Terjadi Akibat Imobilisasi |
Muskuloskeletal | Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi |
Kardiopulmonal dan pembuluh darah | Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi |
Integumen | Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit |
Metabolik dan endokrin | Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral |
Neurologi dan psikiatri | Depresi dan psikosis, atrofi korteks motorik dan sensorik, gangguan keseimbangan, penurunan fungsi kognitif, neuromuskular yang tidak efisien |
Traktus gastrointestinal dan urinarius | Inkontinensia urin dan alvi, infeksi saluran kemih, pembentukan batu kalsium, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan distensi kandung kemih, impaksi feses dan konstipasi, penurunan motilitas usus, refluks esofagus, aspirasi saluran napas dan peningkatan risiko perdarahan gastrointestinal |
2.6 Komplikasi
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degenerasi yang terjadi pada hampir semua sistem organ sebagai akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi motorik.
2.7 Prognosis
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian
2.8 Terapi
Tatalaksana Umum
- Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
- Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
- Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
- Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
- Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
- Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
- Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
- Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.
- Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Tatalaksana Khusus
- Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat tabel 1).
- Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
- Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten.
- Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
2.9 Pencegahan
- 1. Pencegahan Primer
1.1 Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk), depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
1.2 Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman:
- Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan).
- Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah latihan khusus).
- Kesulitan yang dirasakan.
- Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
- Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil).
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
- 2. Pencegahan Sekunder
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
- Pemeriksaan fungsi motorik
- Pemeriksaan kekuatan otot
- Prosedur pelaksanaan MMT:
- Lansia diposisikan sedemikan rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya.
- Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian.
- Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
- Lansia mengkontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen proksimal.
- Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau perut otot.
- Memberikan tahanan pada otot yang bergerak dengan luas gerak sendi penuh.
- Melakukan pencatatan hasil MMT.
Kriteria hasil pemeriksaan MMT:
- Normal (5): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan melawan tahan maksimal.
- Good (4): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan sedang (moderat).
- Fair (3): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan.
- Poor (2): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi.
- Trace (1): tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi.
- Zero (0): kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.
- Pemeriksaan tonus otot
- Pemeriksaan luas gerak sendi
Pengukuran LGS menggunakan Goniometer:
- Posisi awal posisi anatomi, yaitu tubuh tegak, lengan lurus di samping tubuh, lengan bawah dan tangan menghadap bawah.
- Sendi yang di ukur harus terbuka.
- Berikan penjelasan dan contoh gerakan.
- Berikan gerakan pasif 2 atau 3 kali.
- Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
- Tentukan aksis gerakan baik secara aktif/pasif.
- Letakkan tangkai goniometer yang statik paralel dengan aksis longitudinal.
- Pastikan aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi.
- Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS.
- Pemeriksaan postur
- Pemeriksaan kemampuan fungsional
- Indeks ADL Barthel
NO | FUNGSI | SKOR | KETERANGAN |
1 | Mengendalikan rangsang pembuangan tinja | 0 1 2 | Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar). Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu). Terkendali teratur. |
2 | Mengendalikan rangsang berkemih | 0 1 2 | Tak terkendali atau pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam) Mandiri |
3 | Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi) | 0 1 | Butuh pertolongan orang lain Mandiri |
4 | Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) | 0 1 2 | Tergantung pertolongan orang lain Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain. Mandiri |
5 | Makan | 0 1 2 | Tidak mampu Perlu ditolong memotong makanan Mandiri |
6 | Berubah sikap dari berbaring ke duduk | 0 1 2 3 | Tidak mampu Perlu banyak bantuan untuk bias duduk Bantuan minimal 1 orang. Mandiri |
7 | Berpindah/ berjalan | 0 1 2 3 | Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda. Berjalan dengan bantuan 1 orang. Mandiri |
8 | Memakai baju | 0 1 2 | Tergantung orang lain Sebagian dibantu (mis: memakai baju) Mandiri. |
9 | Naik turun tangga | 0 1 2 | Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri |
10 | Mandi | 0 1 | Tergantung orang lain Mandiri |
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
- Indeks Katz
- Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
- Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
- Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
- Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
- Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi fungsi yang lain.
- Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
- Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
- Indeks kenny-self care
- Tidur dan istirahat
- Berpindah
- Bergerak
- Berpakaian
- Personal hygiene
- Makan
- Indeks ADL
PENGKAJIAN B1-B6
- B1 (Breath): Sekret susah keluar, Sesak nafas.
- B2 (Blood): Pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri (tegak), dan mudah lelah.
- B3 (Brain): Daya hantar saraf menurun, koordinasi terganggu, aktivitas terganggu.
- B4 (Bladder): Adanya sisa urine karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Adanya Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing. Serta terjadi batu saluran kencing karena faktor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka mengakibatkan hiperkalsiuria.
- B5 (Bowel): Konstipasi karena tirah baring yang lama.
- B6 (Bone): Nyeri pada tulang dan sendi, kaku/susah digerakkan, nyeri leher, arthritis pasca trauma, osteoporosis.
3.2 Diagnosa Keperawatan
- Gangguan mobilisasi b.d penurunan kekuatan dan ketahanan otot
Kriteria hasil: Individu menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit. Memperlihatkan penggunaam alat-alat yang adaptif untuk meningkatkan mobilitas.
Kriteria Mayor:
- Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan (misal: mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi).
- Keterbatasan rentang gerak.
- Pembatasan pergerakan yang dipaksakan.
- Enggan untuk bergerak.
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. | Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya empat kali sehari.
Amati dan ajarkan penggunaan alat bantu mobilisasi misal: kruk, walker, kursi roda, dsb. Dorong partisipasi aktivitas sehari-hari. |
|
- Intoleran aktivitas b.d nyeri sendi
Kriteria hasil: Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat kemampuan. TTV dalam batas normal.
Kriteria Mayor:
- Selama aktifitas: kelemahan, pusing, dispnea.
- 3 menit setelah aktivitas: pusing, dispnea, keletihan akibat aktivitas, RR ≥ 24, Nadi ≥ 95
- Pucat/cyanosis
- Konfusi
- Vertigo
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. | Observasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipai dalam aktivitas sehari-hari. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh: lebih baik duduk daripada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi. Bantu aktivitas lain sesuai indikasi. |
|
- Resiko cedera fisik b.d penurunan fungsi tubuh
Kriteria hasil: Individu dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terhadap cidera. Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan sehingga mencegah cidera.
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. 4. | Orientasikan klien dengan ruangan yang baru disekelilingnya. Gunakan lampu dimalam hari, anjurkan individu untuk meminta bantuan dimalam hari. Pertahankan tempat tidur pada. posisi terendah dimalam hari. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat, walker prostese dengan tepat. |
|
- Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus sekunder terhadap tirah baring yang lama
Kriteria hasil:
- Individu akan menunjukkan eliminasi yang membaik
- Dapat menjelaskan rasional dari intervensi
- Feses keras dan berbentuk
- Defekasi < 3 kali seminggu
- Penurunan bising usus
- Mengeluh rektal penuh
- Merasakan tekanan pada rectum
- Nyeri saat defekasi
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. 4. 5. | Ajarkan pentingnya diet seimbang. Dorong masukan harian sedikitnya 2 liter cairan (8-10 gelas) kec.dikontraindikasikan. Anjurkan minum air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi. Bantu individu untuk posisi semi jongkok. Berikan health education untuk mencegah tekanan rektal yang menyebabkan hemoroid. |
|
- Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi sekunder terhadap IMA.
Kriteria hasil:
- Individu dapat mengidentifikasi kesukaan akan aktivitas perawatan diri. (mis: waktu, lokasi, produk)
- Berpartisipasi secara fisik dan/atau verbal dalam aktivitas pemberian makanan, mengenakan pakaian, ke kamar mandi, mandi.
- Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri.
- Tidak dapat memotong makanan
- Tidak dapat membawa makanan ke mulut
- Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri (termasuk membasuh seluruh anggota tubuh, menyisir rambut, menggosok gigi, melakukan perawatan terhadap kulit, dan kuku serta menggunkan rias wajah).
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. 4. 5. | Kaji faktor penyebab sindrom defisit perawatan diri. Tingkatkan partisipasi optimal. Tingkatkan harga diri dan kemampuan diri. Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap tindakan perawatan diri. |
|
- Resiko infeksi saluran kemih berhubungan dengan stagnasi urine dan batu saluran empedu.
Kriteria Hasil:
- Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi.
- Melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. 4. 5. 6. | Evaluasi semua hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal, khususnya kultur/sensitifitas, JDL. Kaji tanda/gejala abnormal pada klien sesuai prosedur urologis. Pantau suhu klien paling sedikit setiap 24 untuk mengetahui peningkatan dan laporkan pada dokter jika lebih dari 37,8° C. Berikan cairan bila diperlukan. Kaji kembali kebutuhan kateter urine indwelling setiap hari. Berikan antibiotik. |
|
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan absorbsi vitamin dan mineral sekunder akibat imobilitas
Definisi: Suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik.
Kriteria hasil: Individu akan
- Meningkatkan masukan oral seperti yang ditunjukkan oleh perawat.
- Menjelaskan faktor-faktor penyebab apabila diketahui.
- Menjelaskan rasional dan prosedur pengobatan.
Individu yang tidak puasa melaporkan atau mengalami masukan makanan tidak adekuat, kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan atau kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau potensial dalam masukan yang berlebihan.
Kriteria Minor:
- Berat badan 10% sampai 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
- Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah, dan lingkar otot pertengahan tengah kurang dari 60% standart pengukuran.
- Kelemahan otot dan nyeri tekan.
- Peka rangsang mental dan kekacauan mental.
- Penurunan albumin serum.
- Penurunan transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan besi.
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. 4. | Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan klien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin. Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat. Berikan makanan yang mudah dicerna misal: bubur, jus buah-buahan, sereal. Sadari pilihan-pilihan makanan rendah kalori/minuman, menimbun makanan, membuang makanan dalam berbagai tempat seperti saku atau kantung pembuangan. |
|
8. Keletihan b.d defisit nutrisional dan penurunan metabolisme nutrient sekunder akibat mual muntah
Definisi: Keadaan pengenalan diri dimana seorang individu mengalami perasaan kecapaian yang berlebihan terus-menerus dan penurunan kapasitas kerja fisik dan kerja mental yang tidak dapat dihilangkan dengan istirahat.
Kriteria hasil: individu akan
- Mendiskusikan sebab-sebab kelelahan.
- Mengungkapkan perasaan mengenai efek dari keletihan.
- Menetapkan prioritas untuk aktifitas sehari-hari.
- Ikut serta dalam aktifitas disekitarnya.
- Mengungkapkan tentang kekurangan energy yang tak kunjung habis dan berlebihan.
- Ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa.
- Meningkatnya keluhan fisik.
- Secara emosional labil dan mudah tersinggung.
- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
- Penurunan kinerja.
- Letargi atau tidak bergairah.
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. 4. 5. | Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas, perhatikan kemampuan tidur/istirahat dengan tepat. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan. Rencanakan periode istirahat yang lebih adekuat. Identifikasi faktor stress/psikologis yang dapat memperberat. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan tingkatkan tingkat partisipasi klien sesuai kemampuannya. |
|
9. Resiko aspirasi b.d refluk isi lambung sekunder akibat pengosongan lambung yang tidak sempurna.
Definisi: Keadaan dimana individu beresiko terhadap pemasukan sekresi, benda padat, atau cairan ke dalam saluran trakeobronkial.
Kriteria hasil: Individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan untuk mencegah aspirasi.
No. | Intervensi | Rasional |
1. 2. 3. | Minimalkan posisi tidur terlentang, ubah posisi miring kanan/kiri atau tengkurap dalam jangka waktu tertentu. Hindari makan/minum dengan posisi tidur terlentang, berikan posisi semi fowler. Batasi makan/minum sebelum tidur, minimal 2 jam sebelum tidur. |
|
0 Response to "Askep Imobilitas"
Post a Comment