Askep hernia

A.    Konsep Dasar
1.    Pengertian
Hernia inguinalis adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara congenital atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Hernia terdiri dari 3 hal yaitu kantong, isi dan cincin hernia. (Mansyoer, 2000, hal 314)
Hernia inguinalis adalah suatu organ tipikal usus besar atau usus halus, lapisan perut, atau kandung kemih menonjol menembus suatu celah abdominal di dalam organ tubuh. Struktur hernia inguinalis mengikuti alur dari saluran sperma (pria) atau roun dligamen (wanita) ke dalam skrotum atau labia, berturut-turut. (Mathew, 2001, hal 225)


2.    Klasifkasi hernia inguinalis
a)    Reducible jika bagian penonjolan dapat dimanipulasi kembali ke dalam tempatnya dengan dorongan ringan.
b)    Incacerasi jika tidak dapat dipotong kembali karena bagian tersebut telah tumbuh bersama.
c)    Strangulasi jika bagian usus yang mengalami hernia terpunir atau membengkak, dapat menganggu aliran darah normal dan gerakan otot serta mungkin dapat menimbulkan penyumbatan usus dan kerusakan jaringan.
3.    Etiologi
Hernia inguinalis pada pria dan wanita dapat disebabkan oleh lemahnya otot-otot daerah perut karena malforasi congenital, luka, atau usia, atau meningkatnya tekanan abdominal pada waktu mengangkat beban berat, kehamilan (wanita), kegemukan atau pengejanan. Suatu hernia di daerah lipat paha, yang tiga kali lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dapat terbentuk pada usia berapa saja tetapi lebih prevalen pada bayi. Pada bayi, hernia daerah lipat paha sering timbul berhubungan dengan tidak turunnya testis atau tertimbunnya di dalam skrotum. (Methew, 2001, hal 225)
4.    Patofisiologi
Kenalis inguinalis adalah kanal yang normal fetus, pada bulan ke 8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus, akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resitensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, dan mengejan pada saat miksi msialnya akibat hipertrofi prostat. (Mansyoer, 2000, hal 314)
5.    Manifestasi Klinis
Umumnya pasien mengatakan turun berok, burut, atau kelingir, atau mengatakan adanya benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebu bisa mengecil atau menghilng pada waktu tidur, dan bila menangis, mengajan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri. Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila ada hernia maka akan tampak mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. (Mansyoer, 2000, hal 314)
6.    Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis responibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sebaliknya bila terjadi proses strsngulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin terjadinya nekrosis usus.
Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis :
a.    Untuk mempoleh keberhasilan maka factor-faktor yang menimbukan terjadinya hernia haru harus di cari dan diperbaiki dan defek yang ada direkonstruksimasi tanpa tegangan.
b.    Sakus hernia indirek harus diisolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan diligasi. Pada bayi dan anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal normal, repair hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan cincin ke ukuran yang semestinya. Pada kebanyakan hernia orang dewasa, dasar inguinalis juga harus direkonstruksi.
c.    Hernia rekuren yang terjadi dalam bebrapa bulan atau setahun biasanya menunjukkan adanya repair yang tidak adekuat.
Tindakan bedah pada hernia adalah herniotomi dan herniorafi. Pada bedah elektif, kanalis terbuka hernia dimasukka, kantong diikat, dan dilakukan Bassiry plasty atau tehnik untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. (Mansyoer, 2000, hal : 315).
B.    Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes, (2000), pengkajian, diagnose keperawatan dan perencanaan pada pasien dengan post op hernia adalah sebagai berikut :
Dasar data pengkajian pasien. Data terganggu pada tahp penyakit yang terkena.
1.    Pengkajian
Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer, atau stasis vaskuler.
Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apati. Factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat beristirahat ketegangan/peka rangsang. Stimulasi simpatis.
Makanan/Cairan
Gejala : infusiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosi). Malnutrisi. Membrane mukosa yang kering.
Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
Keamanan
Gejala : alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi imun. Munculnya kanker/terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatic. Riwayat transfuis darah/reaksi transfuse. Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia. Bronkodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol.
Pemeriksaan Diagnostik
Kebutuhan praoperasi general mungkin meliputi : Urinalisis, JDL, PT, PTT, sinar x dada. Studi-studi lainnya bergantung pada tipe prosedur operasi, medikasi saat ini. Urinalisis : Munculnya SDM atau bakteri yang mengindikasikan infeksi. Tes kehamilan : hasil positif akan mempengaruhi waktu prosedur dan pilihan zat-zat farmakologis. JDL : peningkatan JDL adalah indikasi dari proses inflamasi, penurunan JDL dapat mengarah kepada proses-proses viral. Elektrolit : Ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi organ. GDA : Mengevaluasi status pernapasan terakhir.
Priorotas Keperawatan
1.    Mengurangi ansietas dan trauma emosianal
2.    Menyediakan keamanan fisik.
3.    Mencegah komplikasi.
4.    Meredakan rasa sakit
5.    Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
6.    Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan Pemulangan
a.    Pasien menghadapi situasi ada secara realities
b.    Cedera dicegah
c.    Komplikasi dicegah/diminimalkan
d.    Rasa sakit dihilangkan/dikontrol
e.    Luka sembuh/fungsi organ berkembang kea rah normal.
f.    Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapetik dipahami.



2.    Diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2000) sebagai berikut :
1)    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, salah interpretasi informasi.
2)    Ketakutan/Anseitas berhubungan dengan Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan.
3)    Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kondisi interaktif diantara individu dan lingkungan.
4)    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
5)    Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan pemajanan lingkungan.
6)    Takefektif pola nafas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru.
7)    Perubahan persepsi berhubungan dengan stress fisiologis.
8)    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
9)    Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan itegritas otot, musculoskeletal.
10)    Kerusakan jaringan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan, 
3.    Perencanaan menurut Doengoes (2000) sebagai berikut : 
a)    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tujuan : Mengutarakan pemahaman proses penyakit/proses praoperasi dan harapan pasca operasi. Kriteri Hasil : Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi/Rasional
Kaji tingkat pemahaman klien. Rasional : berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pascaoperasi. Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan. Rasional : sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat pilihan terapi berdasarkan infomasi dan setuju untuk mengikuti prosedur. Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan. Rasional : bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan untuk belajar. Melaksanakan program pengajaran praoperasi individual. Rasional : meningkatkan pemahaman/control pasien dan memungkinkan partisipasi dalam perawatan pascaoperasi. Sediakan kesempatan untuk melatih batuk, napas dalam, dan latihan otot. Rasional : meningkatkan pengajaran dan aktivitas pascaoperasi.
b)    Ketakutan/Anseitas berhubungan dengan Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan. Tujuan : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam berhadapan dengan mereka. Kriteria Hasil : tampil santai, dapat beristirahat/tidur cukup. Melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi/Rasional
Sediakan waktu kunjungan oleh personel kamar operasi sebelum pembedahan jika memungkinkan. Rasional : dapat menjamin meredakan keresahan pasien, dan juga menyediakan informasi untuk perawatan intraoperasi formulatif. Informasikan pasien/orang terdekat tentang peran advokat perawat intraoperasi. Rasional : kembangkan rasa percaya/hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan control pada lingkungan yang asing. Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilkukannya penundaan prosedur pembedahan. Rasional : rasa takut yang belebihan atau terus menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan. Validasi sunber rasa takut. Rasional : mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien untuk menghadapinya secara realistis. Catat ekspresi yang berbahaya/perasaan tidak tertolong, preokupasi dengan antisipasi perubahan/kehilangan perasaan tercekik. Rasional : pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang ditunjukan dengan antisipasi prosedur pembedahan. Beritahu pasien kemungkinan dilakukannya anestesi local atau spinal dimana rasa pusing atau mengantuk mungkin saja terjadi. Rasional : mengurangi ansietas/ rasa takut bahwa pasien mungkin melihat prosedur. Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang operasi. Rasional : Menciptakan hubungan dan kenyaman psikologis.
Kolaborasi
Rujuk pada perawatan oleh rohaniawan/spiritual, spesialis klinis perawat psikiatri. Rasional : Konseling professional mungkin dibutuhkan pasien untuk mengatasi rasa takut.
c)    Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kondisi interaktif diantara individu dan lingkungan. Tujuan : Mengidentifikasi factor-faktor risiko individu. Kriteria Hasil : Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan menggunakan sumber-sumber secara tepat.
Intervensi/Rasional
Lepaskan gigi palsu atau kawat gigi sesuai protocol praoperasi. Rasional : Benda asing dalam tubuh dapat teraspirasi selama intubasi/ekstubasi selang endotrakea. Singkirkan alat bantu pada praoperasi atau setelah induksi. Rasional : Lensa kontak dapat menyebabkan abrasi kornea pada waktu pasien berada dalam anestesi. Lepaskan perhiasan pada masa praoperasi. Rasional : benda-benda yang terbuat dari logam akan berkonduksi dengan alat-alat elektrik dan membahayakan tubuh terhadap pemakaian elektrokauter. Periksa identitas pasien dan jadwalkan prosedur operasi dengan membandingkan grafik pasien. Rasional : memastikan pasien dan prosedur yang tepat. 
d)    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan : Mengidentifikasi factor-faktor risiko individual intervensi untukmengurangi potensial infeksi. Kriteria Hasil : Pertahankan lingkungan aseptic yang aman.
Intervensi/Rasional
Tetap pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan aseptic. Rasional : Tetapkan mekanisme dirancang untuk mencegah infeksi. Ulangi studi laboratorium untuk kemungkinan infeksi sistemik. Rasional : Peningkatan SDP akan mengindikasikan infeksi dimana prosedur operasi akan mengurangi. Uji bahwa kulit praoerasi. Rasional : pembersihan akan mengurangi jumlah bakteri pada kulit. Siapkan lokasi operasi. Minimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi. Identifikasi gangguan pada tehnik aseptic dan atasi dengan segera pada waktu terjadi. Rasional : kontaminasi dengan lingkungan/kontak personal akan menyebabkan daerah yang sterilmenjadi tidak steril.
e)    Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan pemajanan lingkungan. Tujuan : Pertahankan suhu tubuh dalam jangkauan normal.

Intervensi/Rasional
Catat suhu praoperasi. Rasional : Digunakan sebagai dasar untuk memantau suhu intraoperasi. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Rasional : dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu pasien. Sediakan pengukuran pendingin pada pasien dengan elevasi suhu praoperasi. Rasional : irigasi pendingin dan pemajanan permukaan kulit ke udara. Catat elevasi suhu yang cepat. Rasional : Hipertermia maligna harus dkenali dan diobati. Sediakan selimut penghangat pada saat-saat darurat untuk anestesi. Rasional : Anestesi inhalasi akan menekan hipotalamus.
Kolaborasi
Pantau suhu melalui fase intra operasi. Rasional : penghangatan pendinginan terus menerus yang melembabkan inhalasi.
f)    Takefektif pola nafas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru. Tujuan : Perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan, pengurangan kapasitas vital. Kriteria Hasil : Menetapkan pola napas yang normal/efektif dari bebas sianosis atau tanda-tanda hiposia lainnya.
Intervensi/Rasional
Pertahankan jalan udara pasien. Rasional : mencegah obstruksi jalan nafas. Auskultasi suara pernapasan. Rasional : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mucus atau lidah. Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Rasional : dilakukan untuk memastikan efektifitas pernapasan. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai. Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi. Observasi pengembalian fungsi otot. Rasional : setelah pemberian obat-obat selama masa intraoperatif. Lakukan latihan nafas gerak. Rasional : ventilasi dalam aktif membuka alveolus.
Kolaborasi
Berikan tambahan oksigen sesuai diperlukan. Rasional : Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen.
g)    Perubahan persepsi berhubungan dengan stress fisiologis. Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran. Kriteria Hasil : Mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi/Rasional
Orientasi kembali pasien secara terus menerus. Rasional : karena pasien telah meningkat kesadarannya. Bicara pada pasien dengan jelas. Rasional : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh. Evaluasi sensasi. Rasional : pengenbalian fungsi setelah dilakukan blok spinal. Gunakan bantlan pada tepi tempat tidur. Rasional : berikan keamanan pada pasien selama tahap darurat. Periksa aliran infuse. Rasional : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin mencegah terjadinya cedera.
4.    Impelementasi
Menurut Carpenito, (2000). Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan : 1. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan, 2. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, 3. Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul, 4. menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, 5. mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan dilaksanankan, 6. mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.
5.    Evaluasi
Adapun evaluasi yang diharapkan sebagai berikut :
a.    Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan.
b.    Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
c.    Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya.
d.    Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.

4 Responses to "Askep hernia"

OBAT HERNIA said...

Terima kasih untuk berbagi informasi , informasi itu sangat informatif dan membantu

Fikar S.Pd,O said...

Terima kasih kembali telah berkunjung

Fikar S.Pd,O said...

Sama-sama, dan ini adalah blog baru saya, sementara untuk blog Keperawatansite, sudah di tangan orang jahil, dan semua konten yang pernah saya terbitkan sudah saya import ke blog ini.

Obat Hernia said...

terima kasih sudah berbagi infonya, saya mencari2 askep ini
OBAT HERNIA