A. Konsep dasar
1. Pengertian
Menurut Corwin (2009. Hal 335) fraktur tulang adalah patah tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain Fraktur komplet; fraktur yang mengenai tulang secara keseluruhan, Fraktur inkomplet; fraktur yang mengenai tulang secara parsial, Fraktur simple (tertutup); fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, Fraktur compound (terbuka); fraktur yang menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat bila bagian kaput, kolum, atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat terjadi pada batang femur dan di daerah lutut (Smeltzer, S.C. 2001. Hal 2376).
2. Etiologi
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olah raga adalah penyebab umum fraktur traumatic. Pada anak, penganiayaan harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi fraktur, terutama apabila terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau apabila riwayat fraktur saat ini tidak meyakinkan.
Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah. Hal ini disebut fraktur patologis, fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.
Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur keletihan (fatingue fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan aktifitas fisik yang baru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat dari pada kekuatan tulang, individu dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olah raga daya tahan seperti pelari jarak jauh. Faktor stres dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang mengalami fraktur stress harus didorong untuk mengikuti diet-sehat tulang dan diskrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang (Corwin, E.J. 2008. Hal 336)
3. Patofisiologi
Meurut Betz (2009. Hal 177) patofisiologi pada fraktur ialah ada beberapa macam fraktur yang dapat digolongkan bedasarkan sistem klasifikasi Slter-Harris. Jenis fraktur yang paling sering terjadi pada anak kurang dari 3 tahun adalah fraktur greenstick. Pada fraktur ini terdapat retakan tidak lengkap pada korteks tulang yang terjadi karena tulangnya lebih lunak dan lebih lentur dari tulang anak yang lebih tua. Fraktur lain (dengan lokasi terkait) adalah fraktur epifisi atas dan supra kondilar, fraktur humerus kondilar lateral, fraktur epikondilar medial (humerus); fraktur leher radial dan fisis proksimal radial, fraktur nursemaid’s elbow; fraktur pada batang radius dan ulna (lengan bawah); dan fraktur pada batang femurdan tibia (ekstremitas bawah).
4. Manifestasi klinis
Menurut Corwin (2009. Hal 337) gambaran klinis pada fraktur ialah sebagai berikut
a. Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatic dan cedera jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stres, nyeri bisanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
b. Posisi tulang atau ektremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.
c. Pembengkakan disekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi
d. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi disebelah distal dapat menandakan syndrome kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.
e. Krepitus (suara gemertak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.
5. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009. Hal 339 ) penatalaksanaan pada klien dengan fraktur ialah fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan. Penyampungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak, sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup), apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan, traksi dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang bisanya dilakukan dengan penggunaan gips atau pengguanaan bidai.
6. Komplikasi
Menurut Corwin (2009. Hal 338) Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur adalah sebagai berikut:
a. Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yeng menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.
b. Sindrom kompartemen dapat terjadi ditandai oleh keruskan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan odema didaerah fraktur dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekananan pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut. Bisanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapa menggerakkan jari tangan dan jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki retriksi volume yang ketat.
c. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang, embolus lemak dapat terjadi akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.
B. Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes, E.M (2000. Hal 761) asuhan keperawatan pada klien fraktur yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan dan rencana intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan ialah:
Dasar data pengkajian
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) takikardia (hipovolemia). Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada posis cedera
c. Neurosensori
Gejala : hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis). Tanda : devormitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderik) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mngkin berhubungan dengan nyeri/ansetas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme atau kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulasi jaringa, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
f. Penyuluhan
Gejala : lingkungan cedera.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7,8 hari, panggul/pelvis 6,7 hari.
Rencana pemulangan : anya 4 hari bila memrlukan perawatan dirumah sakit. Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri dan tugas pemeliharaan/perawatan rumah.
g. Prioritas keperawatan
1) Mencegah cedera tulang atau usia lanjut
2) Menghilangkan nyeri
3) Mencegah komplikasi
4) Memberikan informasi tentang kondisi/prognosis dan kebutuhan pengobatan
h. Tujuan pemulangan
1) Fraktur stabil
2) Nyeri terkontrol
3) Komplikasi dicegah/minimal
4) Kondisi, prognosis, dan program terapi dipahami
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
f. Aktual/Resiko tinggi terhadap kerusakan integrasi kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, trauma jaringan kerusakan kulit.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan salah iterpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi
3. Perencanaan
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Tujuan : trauma tidak terjadi. Criteria Hasil : mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat stabilitas pada sisi fraktur. Menunjukkan pembentukan kalus atau mulai penyatuan dengan tepat.
Intevensi/Rasional
Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi, berikan sokongan sendi diatas dan dibawah fraktur bila bergerak atau membali. Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik. Rasional :tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematah kan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan pebarikan fraksi. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter, papan kaki. Rasional : mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering. Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien, hindari menggunakan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips spika. Rasional : gips sanggul atau tubuh atau multiple dapat membuat berat atau tidak prkatis secara ekstrem, kegagalan untuk menyokong ekstremitas yang digips, dapat menyebabkan gips patah. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema. Rasional : pembebat kuaktasi mungkin dugunakan untuk memberikan imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
Tujuan : menyatakan nyeri hilang. Criteria hasil : keluhan nyeri tidak ada. Ekspresi wajah tenang atau santai. Dapat beristirahat dengan tenang.
Intevensi/Rasional
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat straksi. Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera. Tnggikan dan dukung ekstrenitas yang terkena. Rasional : meningkatkan aliran vena balik, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri. Evaluasi nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakterisitik, termasuk intensitas (skala 0-10). Rasional : mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri. Laukan kompres dingin/es 24-28 jam pertama dan sesuai dengan keperluan. Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri. Berikan obat sesuai indikasi. Rasional :diberikan untuk menurunkan nyeri dan/spasme otot. Berikan atau awasi analgesic yang dikontrol pasien bila indikasi. Rasional : pemberian rutin ADP mempertahankan kadar analgesic darah adekuat, mencegah fruktuasi dalam penghilangan nyeri sehubungan dengan tegangan otot/spasme.
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan. Criteria hasil : terabanya nadi, kulit hagat atau kering, sensasi normal, tanda-tanda vital stabil, haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi/Rasional
Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit. Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema. Evaluasi adanya kualitas nadi periverdistal terhadap cedera melalui palpasi/dopler, bandungkan dengan ekstremitas yang sakit. Rasional :penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medic segera. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur. Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detk). Lakukan pengkajian neuro muskuler, erhatikan perubahan fungsi motor/sensori. Rasional : gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf pusat. Tese sensasi saraf perifer dengan kemampuan untuk dorsopleksi ibu jari bila diindikasikan. Rasional : panjang dan posisi saraf verinea menunjukkan resiko cedera pada straktur kaki. Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera dan bandingkan dengan yang tak cedera. Rasional : peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan. Awasi tanda vital. Rasional : ketidak adekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi jaringan. Dorong klien untuk latihan rutin jari-jari sendi distal cedera ambulasi segera mungkin. Rasional : meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak
Tujuan : mempertahankan fungsi pernafasan adekuat. Criteria hasil : tak adanya disnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normsl.
Intervensi/Rasional
Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya. Rasional :takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental dan tandadini insufisiensi pernafasan dan mungkin hanya indicator terjadinya emboli paru ada rahap awal. Auskultasi bunyi nafas perhatkan ketidaksamaan. Rasional : perubahan dala/adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan. Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya beberapa hari pertama. Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat hubungan dengan fraktus. Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Rasional : meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi. Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, tetargie, stupor. Rasional : gangguan gas atau adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpanan pada tingkat kesadaran pasien. Inspeksi kulit untuk petekie diatas garis putting, pada aksila, meluas ke abdomen. Rasional : ini adalah karakteristik paling nyata dari tanda emboli lemak, yang menampak dalam 2-3 hari setelah cedera.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi. Criteria hasil :dapat mempertahankan posisi fungsional. Dapat meningkatkan kekuatan fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.
Intervensi/Rasional
Kaji derajat imobilitas yang dhasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi. Rasional :pasien mungkindibatasi pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan. Instruksikan pasien untuk membantu dalam rentang gerak pasie/aktif pada ekstremitas yang sakit. Rasional :meningkatkan aliran darah keotot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan tronkater. Rasional : berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstremitas. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah. Rasional : menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul. Indtruksikan atau dorong menggunakan trapeze dan paska posisi untuk fraktur tungkai bawah. Rasional :memudahkan gerakan selama hygiene/perawatan kulit.
f. Aktual/Resiko tinggi terhadap kerusakan integrasi kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
Criteria hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu. Menunjukkan prilaku intervensi.
Intervensi/rasional
Observasi untuk potensial area yag tertekan khusunya pada akhir dan bawah bebatan. Rasional : tekanan dapat menyebabkan ulserasi. Kaji kulit untuk luka terbuka. Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan pemasangan gips. Masase kulit dan penonjolan tulang. Rasional : menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit. Ubah posisi dengan sering mungkin. Rasional : mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit. Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi. Rasional : posisi yang tak tepat dapat menyebabkan cedera kulit atau kerusakan jaringan. Balik pasien dengan sering untuk melibatkan sisi yang tak sakit dan posisi tengkurap dengan kaki pasien di atas kasur. Rasional : meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips. Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan diatas tonjolan tulang. Rasional : meminimalkan tekana area ini.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, trauma jaringan kerusakan kulit. Tujuan : infeksi tidak terjadi. Criteria hasil :mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi/Rasional
Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontivitas. Rasional : pen/kawat tidak harus dimasukan melalui kulit terinspeksi, kemerahan atau abrasi. Kaji sisi pen/kuli perhatiakan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protocol dan latihan mencuci tangan. Rasional : dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi inservi. Rasional :meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi. Tutupi pada ahkir gips peritoneal dengan plastk. Rasional : yang lemabab, padat meningkatkan pertumbuhan bakteri. Observasi untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan. Rasional : tanda kepekatan infeksi gas gangrene.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan salah iterpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobata. Criteria hasil : melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas an tindakan.
Intervensi/Rasional
Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan dating. Rasional : memberikan dasar pengetahun dimana pasien dapat membuat pilihan informasi . beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan trapis fisik bila dihabsikan. Rasional : banyak fraktur memerlukan gips, bebat, penhepit selama proses penyembuhan. Anjurkan penggunaan back pack. Rasional : memberikan tempat untuk membawa artikel tertentu dan memberikan tangan bebas untuk memanipulasi kruk. Buat daftar aktivtas dimana pasien dapat melakukan secara mandiri dan yang memerlukan bantuan. Rasional : penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan. Identifikasi tersedianya sumber pelayanan di masyarakat. Rasional :mencegah kekauan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis. Rasional :penyembuhan fratur memrlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap. Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat. Rasional : menurunkan resiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis.
4. Implementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada
a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada
c. Member pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri .
e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
g. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A, 2008. hal; 124).
0 Response to "ASKEP FRAKTUR"
Post a Comment